BUKTI KEKUASAAN ALLAH PADA DNA.

Pertanyaan tentang eksistensi
Allah yang dilontarkan kaum
atheis selama kurun waktu
yang lama itu roboh dengan
sendirinya. Hukum perubahan
dan darwinisme, apabila
dihadapkan pada penemuan2 baru di alam
semesta dn pada anatomi
tubuh manusia, akn menjadi
sesuatu yg menggelikan,
selayaknya klaim-klaim yg
tidak bisa dipertahankan dan
sepatutnya ditutup dalam
arsip sejarah sebagai sesuatu
yang tidak pernah terbukti
dan sekaligus kontradiktif.

Segala sesuatu mulai dari
atom hingga galaksi didesain
untuk kebaikan bagi umat
manusia. Penemuan DNA,
unsur-unsur pokoknya, serta
bagiamana ia bekerja,
menghasilkan serangan hebat
yg lain terhadap hukum perubahan.

Allah di dalam al-Qur’an berfirman,

‘Kami akan
memperlihatkan kepada
mereka tanda-tanda
(kekuasaan) Kami di segenap
ufuk dan pada diri mereka
sendiri, sehingga jelaslah bagi
mereka bahwa Al Qur’an itu
adalah benar. Dan apakah
Tuhanmu tidak cukup (bagi
kamu) bahwa sesungguhnya
Dia menyaksikan segala
sesuatu?’ (Fushshilat: 53)

Allah juga berfirman, ‘Dan
pada penciptaan kamu dan
pada binatang-binatang yg
melata yg bertebaran (di
muka bumi) terdapat tanda-
tanda (kekuasaan Allah)
untuk kaum yang
meyakini.’ (al-Jatsiyah: 4)

Bruce Alberts, presiden
National Academy of Sciences,
mengatakan, ‘Seluruh sel
dapat dilihat sebagai pabrik
yang berisi jaringan elaboratif
untuk menyabungkan garis-
garis pertemuan, dimana
masing-masing terdiri dari
satu set mesin protein yg
besar.’
Bahkan sel-sel yang paling
sederhana itu membuat decak
kagum dengan mesin high-
tech-nya. Di sisi luar,
permukaannya dipenuhi
dengan berbagai sensor,
gerbang, pompa, dan
pengidentifikasi.
Di bagian dalam, sel-sel itu
dikemas dengan pembangkit
tenaga, tempat kerja yg
otomatis, dan unit-unit daur
ulang. Monorel-monorel
miniatur mengangkut
berbagai Artikelal dari satu
lokasi ke lokasi yang lain.
Pabrik modern yang paling
maju dan otomotis, dengan
berbagai komputer dan
robotnya yang seluruhnya
terkoordinasi dengan jadwal
waktu yg presisi saja masih
kurang kompleksnya
dibanding pekerjaan-
pekerjaan di dalam satu unit
sel.

‘Suatu bakteri jauh lebih
kompleks dibanding setiap
sistim yang mati yang dikenal
manusia. Tidak ada suatu
laboratorium di dunia yang
dapat menyaingi aktivitas
biokimia organisme hidup
yang paling kecil.

Satu sel
lebih rumit dibanding
komputer paling besar yang
yg pernah dibuat
manusia.’ (Sir James Gray,
Cambridge University)

DNA itu seperti suatu bahasa
di dalam inti sel, suatu pesan
molekular, satu set perintah
yg menceritakan sel itu
bagaimana caranya ia
membangun protein—lebih
menyerupai perangkat lunak
yang diperlukan untuk
menjalankan komputer. Lebih
dari itu, banyaknya
keterangan DNA sangat
mengejutkan.

Satu sel dari
tubuh manusia berisi informasi
tiga atau empat kali lebih
banyak dibanding 30 volume
Encyclopedia Britannica.
Sebagai hasilnya, pertanyaan
tentang asal-muasal hidup
yang sekarang harus
diredifinisi, sebagaimana
pertanyaan tentang informasi
biologis yang orisinal.
Dapatkah informasi itu muncul
dari alam sendiri?
Atau
apakah itu memerlukan suatu
‘intelligent agent’?

DNA terdiri dari bahan-bahan
kimia alami (basis, gula,
fosfat, yang bereaksi menurut
hukum alam). Apa yg
membuat DNA berfungsi
sebagai suatu pesan itu bukan
bahan kimia itu sendiri, tetapi
lebih merupakan sekuen
mereka, pola mereka. Bahan
kimia dalam DNA
dikelompokkan ke dalam
molekul-molekul (yang
disebut nukleotida) yang
bertindak seperti surat-surat
di suatu pesan, dan mereka
harus di dalam perintah
tersendiri jika pesan itu akan
dapat dimengerti. Jika surat-
surat itu campur aduk, maka
hasilnya nonsense. Sehingga
pertanyaan yang penting
adalah apakah sekuen dari
bahan kimia ‘surat-surat’
muncul sebab-sebab alam,
ataukah ia memerlukan satu
sumber yang cerdas?
Apakah
ia produk dari hukum atau
produk desain?
Karena DNA berisi informasi,
maka kasus itu lebih dapat
dijelaskan dengan istilah-
istilah teori informasi, suatu
bidang penelitian yang
menyelidiki bagaimana
informasi-informasi itu
ditransmisikan.

Ilmuwan
naturalistik hanya mempunyai
dua cara yang mungkin untuk
menjelaskan asal-muasal
hidup—apakah itu chance
(kebetulan) atau hukum alam.
Tetapi teori informasi
menyediakan suatu piranti
yang tangguh untuk
mendiskonto kedua penjelasan
tersebut. Chance dan hukum
sama-sama menjurus kepada
struktur-struktur dengan isi
informasi yang rendah,
sedangkan DNA mempunyai
suatu isi informasi yang sangat
tinggi.’

Sekuen basis DNA tidak bisa
dijelaskan dengan hukum
alam karena tidak ada hukum
kimia bahwa membuat setiap
sekuen lebih mungkin
dibanding yang lain. Pada
waktu yang sama, sekuen-
sekuan tersebut sangat rumit,
sehingga ia tidak bisa
dijelaskan sebagai sesuatu
yang kebetulan.
‘Berdasarkan faktor-faktor
kemungkinan, setiap helai
DNA yang sehat mempunyai
lebih dari 84 nukleotida, dan
itu tidak mungkin sebagai
akibat dari mutasi-mutasi yang
sembrono. Pada tahap itu,
kemungkinan-kemungkinan
tersebut adalah 1 dari 480 x
1050. Nomor seperti itu jika
dituliskan akan terbaca:
480,000,000,000,000,000,000,000,000,000,000,000,000,000,000,000,000.

‘Para ahli matematik setuju
bahwa suatu jumlah syarat di
atas 1050, secara statistik,
adalah a zero probability (nol
kemungkinan). Setiap jenis
yang kita kenal, termasuk
bakteri sel tunggal yang
paling kecil, mempunyai
jumlah nukleotida lebih besar
dari 100 hingga 1000.

Faktanya, bakteri sel tunggal
menampilkan sekitar 3,000,000
nukleotida, yang dibariskan di
suatu sekuen yang sangat
khusus. Ini berarti bahwa tidak
ada kemungkinan matematis
apapun bagi suatu spesies
untuk menjadi produk dari
kejadian yang acak atau
bermutasi (menggunakan
pernyataan favorit para
evolusionis).’ (I.L.Cohen,

Darwin was Wrong, 1984, hlm. 205)
Studi terhadap DNA
menyediakan bukti baru yang
kuat bahwa hidup adalah
produk desain yang cerdas.
Dewasa ini, bergantung pada
harapan bahwa beberapa
proses natural akan
ditemukan untuk menjelaskan
DNA, adalah sikap yang amat
tidak logis. Proses yang susah
dimengerti yang diharapkan
para natularis untuk
ditemukan itu sepenuhnya
tidak akan ditemukan.
Meski manusia 97% dari
struktur DNA mereka dengan
beberapa binatang yang lebih
tinggi, namun 3% yang
terakhir itu sangat vital,
dimaan semua peradaban
manusia, agama, seni, ilmu
pengetahuan, filsafat, dan
yang paling penting moral
mereka, tergantung padanya.
Inilah 3% yang membedakan
antara pandangan theistik
(rabbani) tentang asal-muasal
manusia dari pandangan yang
non-theistik. Seperti yang
telah diperingatkan John
Quincy Adams sejak dahulu,
bahwa tanpa suatu
kepercayaan asal-muasal yang
theistik (dalam perbedaan 3%
itu), manusia tidak akan
memiliki nurani. Ia lebih tidak
memiliki hukum dibandingkan
harimau dan ikan hiu.’

Allah berfirman di dalam al-
Qur’an, ‘Dan katakanlah,
‘Segala puji bagi Allah, Dia
akan memperlihatkan
kepadamu tanda-tanda
kebesaran-Nya, maka kamu
akan mengetahuinya. Dan
Tuhanmu tiada lalai dari apa
yang kamu kerjakan.’ (an-
Naml: 93)