SEKILAS TENTANG INJIL Didache (3)

RAHASIA PENEMUAN MANUSKRIP INJIL DIDACHE

OLEH: PENDETA KOPTIK

DIDACHE, atau Ajaran Rasul-rasul, adalah peraturan gereja (church polity) pertama yang sampai kepada kita,96] dan merupakan salah satu naskah yang terpenting dan tertua tentang ajaran agama dan hukum gereja, karena ia memuat teks-teks liturgis yang tertua setelah Perjanjian Lama. Posisinya ada di tengah-tengah antara Perjanjian Baru dengan tulisan-tulisan bapa-bapa apostolik (apostolic fathers). Penemuan naskah ini pada akhir abad 19 menimbulkan gema yang hebat di kalangan ilmiah gereja, sebab sarjana-sarjana patristik telah mengetahui keberadaan apa yang disebut "Ajaran Rasul-rasul", namun mereka tidak pernah menemukan satu pun petunjuk tentangnya sampai penemuan tersebut.
Penemuan Naskah yang Memuat Didache
Pada tahun 1873, Philotheos Bryennios, Direktur Sekolah Tinggi Teologi Yunani di Konstantinopel, yang kemudian menjadi Metropolit kota Nikomedia, menemukan sebuah manuskrip di perpustakaan DiyorAl-Qabr AI-Muqaddas (Monasteryof theMostHolySepulchre) di Konstantinopel (Istambul), yang berada dalam pengawasan Patriarkhal Yerusalem Bizantium Ortodoks, yang berisi beberapa naskah klasik yang sangat penting. Manuskrip itu lalu dipindahkan dari Yerusalem ke Istambul pada tahun 1680, lalu dipindahkan lagi ke Perpustakaan Patriarkhal Romawi Ortodoks, dan diberi nomor 54. Karena itu, di kalangan ilmiah, manuskrip, tersebut populer dengan nama "ManuskripYerusalem" (Jerusalem Codex) dan dalam bahasa Latin disebut Hierosolymitanus: 54.
Manuskrip yang baru ditemukan itu mendapatkan perhatian yang luar biasa dari kalangan ilmiah. Ia menjelaskan banyak segi yang samar samar tentang sejarah awal kehidupan gereja, sehingga ia pantas di perhatikan sedemikian rupa oleh para ahli liturgis dan para bapa Manuskrip ini disalin satu orang penyalin saja, yang bernama Leon An­Nasikh AI-Khati' (the notary and sinner: si penyalin yang banyak dosa), tertanggal dengan kalenderYunani tahun 6564, sama dengan 1056 Masehi, atau kurang lebih pertengahan abad 11.
Isi Manuskrip Yerusalem
Manuskrip ini terdiri dari 120 lembar (240 halaman), terbagi-bagi sebagai berikut:
1. Lembar 1-32: Sinopsis Kitab-kitab Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru oleh St. Yohanes Dzahabi AI-Famm (Synopsis of the Old and New Testaments, by St. Chrysostom). Bagian ini memberikan kita bagian­bagian Sinopsis yang belum pernah dipublikasikan dan materi kesusastraan untuk kajian kritis terhadap teks-teks perkataan-perkataan para bapa.
2. Lembar 33-51a: Surat Bamabas (The Epistle of Bamabas). Bagian ini memberikan kita teks Yunani Surat Barnabas, dan memungkinkan kita mengkaji kembali teks Surat tersebut secara lebih teliti.
3. Lembar 51 a-76a: Dua Surat St. Clement dari Romawi kepada Jemaat di Korintus (The two Epistles of Clement to the Corinthians). Kedua surat ini sangat penting, karena ia menggenapi teks kedua surat tersebut, karena seperlima surat kedua sebelumnya tidak diketahui, selain ia juga dapat menguatkan nilai kajian kritis terhadap teks tersebut.
4. Lembar 766-80: Ajaran 12 Rasul (The Teaching of the Twelve Apostles). Inilah bagian yang telah kami paparkan.
5. Lembar 81-82a: Surat Maryam Cassoboli kepada Ignatius (The Epistle of Mary of Cassoboli to Ignatius).
6. Lembar 826-120a: Dua belas risalah karya St. Ignatius Sang Martir (Twelve Epistles of Ignatius).
Dua bagian terakhir (bagian 5 dan 6) berkaitan dengan Literatur Ignatius, yang memungkinkan kita untuk membaca kembali sebuah karya yang telah dihasilkan oleh peneliti Jerman, Funk,97] pada tahun 1881, dan oleh peneliti Inggris, Father Lightfoot, di London, pada tahun 1885.98]
Publikasi Manuskrip yang Ditemukan
Pada tahun 1876, atau dua tahun setelah ditemukannya Manuskrip Yerusalem, yang disebut oleh Bryennios dengan "Jerosalem Codex", Metropolit Philotheos Bryennios mempublikasikan Dua Surat Clement dengan disertai pengantar dan catatan-catatan, di Jerman, ketika ia berada di Institut Katolik yang lama di kota Bonn. Para sarjana patristik menyambut baik karya tersebut, yang menunjukkan ketelitian dan keahliannya yang tinggi dalam penyuntingan teks, berkat studinya pada para tetua ahli di Madrasah Jerman.
Metropolit Bryennios menyebutkan bagian-bagian lain dari manuskrip itu di dalam karyanya tersebut, dan apa yang disinggungnya tentang Ajaran Dua Belas Rasul segera memicu perhatian para peneliti, di antaranya Lightfoot dan lain-lain.

Bryennios juga menerbitkan bagian-bagian lain dari manuskrip yang ditemukan itu bagi para peneliti Jerman
Pada akhir tahun 1883, para archbishop (uskup besar) telah mempublikasikan di Konstantinopel leks "Ajaran Dua Belas Rasul" (Didache), disertai dengan pendahuluan dan catatan-catatan kaki.
Pada pendahuluan buku baru itu Bryennios menyebutkan bahwa Ajaran Dua Belas Rasul itu baru pertama kalinya diterbitkan, bersama dengan beberapa pendahuluan dan analisa terhadap Ringkasan Perjanjian Lama karya St. Yohanes Si Mulut Emas, di samping bagian lain manuskrip itu yang belum pemah diterbitkan.
Tak lama setelah publikasi Manuskrip tersebut, pada bulan Januan 1884, satu buah naskah Didache yang dipublikasikan oleh Bryennios sampai ke Jerman, lalu segera diterjemahkan ke dalam bahasa Jerman, dan dipublikasikan pada tanggal3 Februari pada tahun yang sama. Setelah itu, naskah itu segera diterjemahkan dari bahasa Jerman ke dalam bahasa Inggris, dan dipublikasikan di Amerika pada tangga128 Februari 1884, atau pada bulan dan tahun yang sama dengan munculnya terjemahan dalam bahasaJerman. Pada bulan Mei 1884, sebelum berakhimya tahun tersebut, dipublikasikan teks Didache dalam bahasa [nggris terjemahan langsung dari bahasa Yunani oleh pimpinan para diakon (archdiacon) yang bernama Farrar. Sepanjang tahun itu, Didache telah menjadi buah bibir dan dibahas dalam pelbagai artikel. Tak kurang dari lima puluh judul di dalam pelbagai koran dan majalah di Eropa Barat dan Amerika membahas kejadian terpenting tahun itu, yaitu ditemukannya "Ajaran Dua Belas Rasul". Shaff menyebutkan judul-judul artikel tersebut dalam karyanya Tarikh AI-Kanisah AI-Mosihiyyah (Sejarah Gereja Masehi).
Judul Manuskrip
Manuskrip Yerusalem memiliki beberapa judul. Judul pertama ringkas, dan judul kedua lebih panjang. Judul pertama adalah "Ajaran Dua Belas Rasul", sedangkan judul yang lebih panjang yang terletak segera setelahnya adalah "Ajaran Tuhan Kepada Bangsa-bangsa melalui Dua Belas Rasul."
Bryennios dan Harnak, dua orang yano pertama kali mempublikasikan teks Didache, berpendapat bahwa judul pertama yang ringkas tak lain dari ringkasan judul kedua yang panjang. Tapi mereka berbeda pendapat dalam masalah substansi judul yang panjang. Bryennios, diikuti oleh Schaff, berpendapat bahwa judul itu hanya berlaku pada lima bagian pertama Didache, yaitu bagian-bagian yang dikirimkan kepada bangsa­bangsa yang menerima Risalah Injil. Sedangkan Hamack berpendapat, judul yang panjang99] adalah judul yang berlaku pada seluruh kitab Didache, karena seluruh teks buku ini merupakan ajaran bagi orang-orang yang menerima Tuhan.100] Meskipun mereka tidak sepakat tentang kandungan makna judul yang panjang tersebut, tetapi Jean-Paul Audet101] berpendapat bahwa judul "Ajaran-ajaran Para Rasul" adalahjudul asli teks Didache, yaitu teks yang sampai kepada kita dari Manuskrip Yerusalem. Dalam hal ini, mungkin Audet bersandar kepada judul yang sama yang disebutkan oleh Eusebius dari Caesarea dalam karyanya TorikhAl-Konisah. Tetapi, kita tidak boleh mengabaikan analisa lain, bahwa judul ringkas Didache muncul dalam terjemahan Latin dalam bentuk tunggal, yaitu "Ajaran Para Rasul" (Doctrina Apostolorum), bukan dalam bentuk jamak, sebagaimana yang dikatakan oleh Audet.
Judul yang panjang itu tampaknya muncul sebagai pengagungan dan penjelasan tambahan bagi judul yang ringkas. Tapi perlu diperhatikan bahwa keberadaan kata "Tuhan" di dalam judul yang panjang itu mem­buktikan bahwa ia merupakan penambahan terhadapjudul tersebut yang masuk belakangan, dan pada waktu yang sama sesuai dengan bagian Evangelis yang terdapat dalam bagian pertama teks Didache, yaitu bagian yang menjelaskan tentang "DuaJalan", (1:3-2:1) di samping isyarattentang "Injil Tuhan" (lihat 8:2,15:4, 9:3,11:3,15:3), yaitu pada bagian liturgis dan pengajaran di dalam Didache. tampaknya tambahan itu muncul pada periode belakangan dalam penulisan karya sastra tersebut, sehingga jelaslah bahwa judul yang panjang mengiringi penambahan-penambahan terhadap teks asli yang terjadi belakangan.
Dari sisi yang lain, judul yang penjang tak ubahnye resonerui derl ajaran AI-Masih kepada para Rasul yang kudus pada akhir Injil St. Matius (28: 19), "Pergilah, jadikanlah semua bangsa murid saya." Analisa ini menjelaskan mengapa judul tersebut muncul belakangan daripada teks Didache dalam bentuk asli, yang boleh jadi belum mengetahui keberadaan St. Matius.
Sementara itu, Riddle102] berpendapat bahwa judul yang panjang adalah judul asli Didache, sedangkan judul yang pendek merupakan ringkasan yang sering digunakan untuk menyebut Didache, dan tidak memiliki kaitan dengan apa yang ada dalam Kisah Para Rasul (2:42) dalam istilah "Pengajaran para rasul", yaitu, "Mereka bertekun dalam pengajaran para rasul, dan mereka selalu berkumpul untuk memecahkan roti dan berdoa."
Sedangkan kata "bangsa-bangsa" yang terdapat di dalam judul yang panjang, menurut banyak peneliti, seperti Bryennios, menunjukkan bahwa pengarang Didache adalah seorang Masehi keturunan Yahudi. Akan tetapl, penelifi-peneliti lain, seperti Brown, menolak hal itu.
Karakter Bahasa Didache
Bahasa Didache menunjukkan pada periode peralihan dari safar safar Perjanjian Baru kepada bahasa gereja Yunani yang langsung mengikuti safar-safar kanonik. Kutipan-kutipan dari safar-safar tersebut menyerupai kutipan-kutipan yang ada di dalam surat-surat para rasul, Didache mengutip kebanyakan materinya dari Injil St. Matius daripada Injil lain, khususnya pada pasal-pasal 5-8, yaitu khutbah AI-Masih di bukit. Meskipun demikian, materi khutbah AI-Masih di bukit yang terdapat dl dalam lnjil tetap lebih banyak daripada yang terdapat didalam Didache.
Beberapa bagian Didache menunjukkan bahwa pengarang cukup mengetahui Injil St. Lukas. Selain itu, di dalam Didache terdapat beberapa istilah dan konsep yang memiliki bandingannya di dalam Injil Yohanes. Bahkan, di dalam Didache terdapat beberapa hal yang mendorong kami unluk menylmpulkan bahwa pengarangnya mengetahui sejumlah surat Rasul Paulus, terutama Surat Paulus kepada Jemaat di Roma dan kepada Jemaat di Korintus, juga Dua Surat St. Petrus. 103] Kecuali pada bagian tersebut, pengarang Didache jarang mengisyaratkan kepada safar-safar yang lain di dalam Perjanjian Baru. Dan jelas sekali, pengarang Didache tidak mengetahui kitab-kitab hukum kita.
Otentisitas Teks Didache
Yang kami maksud dengan otentisitas adalah kajian tentang kesesuaian substansial (substantial identity) antara Manuskrip Yerusalem yang ditemukan baru-baru ini dengan karya yang dikenal dan disebut oleh para penulis Kristen awal sebagai "Ajaran Rasul-rasul" (De Doctrino Apostolorum: Teachings of the Apostles), atau judul lain yang serupa.
Tak dapat diragukan, teks itu berasal dari zaman Apostolik. Bukti­bukti internal teks tersebut menegaskan hal itu. Pada sisi lain, tidak ada alasan untuk meragukan umur naskah itu, atau kesesuaiannya dengan edisi yang diterbitkan oleh Bryennios.
Clement dari Aleksandaria (M. 216 M. ) menegaskan keberadaan naskah tersebut, bukan saja karena dia banyak mengutipnya, tetapi juga karena dia menyebutkan di dalam bukunya Stromata teks yang terdapat di dalam Didache, 3: 5 secara harfiah, yaitu, "Anakku, janganlah kamu berdusta, karena dusta membawa kepada pencurian," dan menisbahkan teks tersebut kepada Al-Kitab Al-Muqaddas.
Eusebius dari Caesarea (M. 340 M. ), pada paragrafnya yang terkenal di dalam bukunya Tarikh Al-Kanisah, yang mengkaji kitab-kitab Perjanjian Baru yang kanonik, menyebut Ajaran-ajaran Rasul-rasul sebagai salah satu karya yang tidak legal (spurious works). Bentuk jamak (Ajaran-ajaran) yang dipakai oleh Eusebius dalam menyebut judul karya ini, tidak mengalihkan perujukannya dari naskah yang sedang kita bicarakan, karena Athanasius (M. 373 M.) dengan jelas mengisyaratkan kepada naskah ini dengan menggunakan bentuk tunggal (Ajaran), dalam perkataannya, "Ajaran yang
disebut dengan Ajaran Rasul-rasul." Setelah menyebutkan kitab-kltab suci yang diakui oleh gereja sebagel kitab-kitab kanonik, Athanasius mengatakan, "Selain kitab-kitab tersebut, ada kitab-kitab lain yang tidak diakui sebagai kitab kanonik (tidak diakui sebagai kitab-kitab suci). Para bapa berpendapat bahwa kitab-kitab itu dapat dibaca oleh orang-orang yang ingin mencari pengetahuan dan ketakwaan. Kitab-kitab itu adalah, Hikmah Sulaiman, Hikmah Ibn Sirach, Ester, Yehodit, Thopia, dan Ajaran yang disebut dengan Ajaran Rasul-rasul dan Gembala." Sebab, hingga zaman Paus Athanasius Apostolis, gereja belum mengakui kekanonan kitab-kitab tersebut, dan baru diakui belakangan, serta disebut sebagai kitab-kitab kanonik kedua.
Rufinus (M. 410 M. ), di dalam karyanya, Tarikh Al-Kanisah, mengulas sebuah karya yang ringkas, yang disebut `Dua Jalan'. Uraiannya memberikan kita data yang sangat penting untuk kajian kritis terhadap Didache.
Peneliti lain yang telah mengulas Didache adalah Nicephorus (M. 828 M.), atau dua ratus tahun setelah Leon the Notary and Sinner menulis naskah yang diketemukan itu.
St. Irenaeus (M. 202 M. ) dan St. Clement dari Aleksandria (M. 216 M.) melontarkan ungkapan-ungkapan yang menunjukkan mereka berdua mengetahui Didache.
Dengan demikian, kami menyimpulkan manuskrip yang ditemukan ini sebenarnya merupakan karya yang diulas baik oleh Eusebius dari Caesarea maupun Athanasius Apostolis.